Jumat, 18 Desember 2009

Cerpen_Ku

BUAYA YANG SERAKAH

Di pinggir hutan Rindan terdapat sebuah danau. Danau yang tenang, rindang, dan damai. Semua penghuni hidup rukun dan saling tolong-menolong. Pagi itu suasana sangat cerah. Matahari baru saja terbit, menyinarkan cahayanya yang hangat. Dari celah dedaun­an, sinar matahari menerpa kolam yang tenang, menam­bah suasana menjadi hangat.

Semua hewan bermain dengan gembira sambil meng­hangatkan tubuh. Ada yang berjemur di pinggir danau, ada yang berenang dengan riangnya di permukaan danau sambil sesekali melompat. Binatang hutan pun menikmati hangatnya matahari dengan bermain di atas pohon.

Semua penghuni hutan dan penghuni danau saling bersahabat, bertukar makanan, dan saling membantu kesulitan masing-masing. Pagi itu, seekor kera sedang menikmati makan buah kenari di atas pohon. Kera pun menjatuhkan bijinya ke danau agar dimakan ikan-ikan. Mereka saling berbagi.

Di balik pepohonan yang rimbun, ada hewan secara diam-diam memperhatikan hewan danau yang sedang menikmati kegembiraannya. Dalam hatinya berbisik, "Hm... enaknya bila ikan-ikan itu dapat aku makan, pasti segar..."

Malam telah tiba, penghuni danau telah tertidur de­ngan lelap, begitu pun dengan penghuni hutan. Tiba-tiba ada suara "Byur...". Dengan mengendap-endap binatang besar itu mencari mangsa yang sedang terlelap tidur.

Hap... binatang yang mempunyai moncong panjang itu menangkap seekor ikan mas. Dalam sekejap ikan itu ditelannya. Belum puas dengan ikan mas, dicarinya lagi mangsa yang lain. Kali ini giliran siput yang harus me­nahan sakit karena gigi binatang yang tajam itu. Dalam sekejap, sudah banyak hewan yang dimakannya. Setetah kenyang, dia lalu keluar dari danau dan kembali bersem­bunyi di balik rimbunnya daun dan pepohonan.

Pagi harinya, ikan mas mencari-cari anaknya yang hi­lang. Dia bertanya pada ikan mujair, namun ikan mujair juga tidak tahu. Begitu pula dengan siput, ke sana ke mari bertanya kepada penghuni danau yang lain, namun tidak ada satu pun yang dapat menjawab.

Mendengar beberapa keluhan warga danau yang kehi­langan keluarganya, akhirnya warga danau dan penghuni hutan berkumpul membicarakan perihal hilangnya hewan-hewan yang lain. Mereka berkumpul di pinggir danau. Rapat dipimpin oteh lumba-lumba. "Teman-teman kita ikut bersedih atas hilangnya saudara-saudara kita, maka pat­utlah kita membantu teman kita yang kehilangan ketuar­ganya," kata lumba-lumba.

"Untuk itu kita berkumpul di sini untuk mencari jalan ketuar, apa yang seharusnya kita laku­kan," kata lumba-lumba lagi.

"Bagaimana kalau di antara kita ronda tiap malam?" usul ikan mujair.

"Kalau menurutku se­baiknya kita berkeliling tiap jam," sahut beo.

"Sebaiknya kita ber­sembunyi dulu, lalu kita tang­kap bila hewan itu datang," kata siput.

"Usul kalian bagus semua, sekarang kita bagi tugas saja. Kera dan beo mengintip dari atas pohon, siput dan ikan mu­jair mengawasi dari balik batu. Saya dan ikan mas akan berjaga-jaga di pinggir sungai," kata lumba-lumba menutup pembicaraan.

"Sekarang kita bersiap-siap untuk mengadakan peng­intaian," lanjut lumba-lumba.

"Tunggu... ," teriak beo.

"Ada apa beo?" tanya lumba-lumba.

"Bagaimana kalau kita menggunakan umpan?" usul beo.

"Umpan apa?" tanya lumba-lumba lagi.

"Umpan untuk menangkap hewan tersebut," jawab beo.

"Lalu... siapa yang mau dijadikan umpan?" tanya lum­ba-lumba lagi.

"Bagaimana kalau kura-kura," usul Beo. "Ha... saya," kura-kura terkejut.

"Betul kura-kura... badanmu kan keras, sehingga sulit dimakan," jawab Beo.

"Baiklah... tapi nanti aku dibantu, jangan sampai hewan itu terlanjur memakanku," jawab kura-kura.

"Baik-baik... pasti kami akan segera datang bila hewan itu akan memakan tubuhmu," jawab hewan-hewan yang lain serempak.

Malam harinya, penghuni danau berjaga-jaga di tempat yang telah di tentukan. Kura-kura sebagai umpan, sengaja tidak bersembunyi. Sedang ikan mas berjaga-jaga di balik batu. Beo dan kera berada di atas pohon. Siput ikut pula berjaga di pinggir pantai.

Suasana hening, di bawah sinar rembulan terlihat bi­natang besar yang bermon­cong panjang dengan gigi yang tajam mengendap­-endap sambil mengincar mangsa. Kura-kura melihat binatang itu merasa takut sekali. Namun, karena su­dah diputuskan kura-kura menjadi umpan, maka tugas itu pun dilaksanakannya.

Dengan sekejap, ku­ra-kura pun telah masuk ke dalam moncong be­sar itu. Ketika mau ditelan, buaya merasa kesulitan karena kura-kura berkulit sangat keras dan bentuknya besar.

Kulit kura-kura yang keras, menyebabkan buaya harus membuka mulutnya lebar-lebar bahkan sulit dikatup­kan. Buaya akhirnya kelelahan dan minta tolong.

"Ampun.. ampun mulutku tidak bisa aku katupkan," te­riak buaya.

"Kamu kapok tidak sekarang?" kata kura-kura.

"Tolong... tolong sekarang keluarlah kura-kura. Aku berjanji tidak akan makan teman-temanmu," pinta buaya.

"Kamu harus berjanji, mulai sekarang kamu harus pergi dari sini," jawab ikan mas, ikan mujair, beo, dan kura-kura serentak.

"Baiklah aku akan pergi," kata buaya.

"Nah... begitu, makanya kamu jangan suka ganggu teman-temanku," jawab mujair.

Mulai saat itu buaya pergi dari danau hutan Rindan menuju sungai yang agak besar. Dan buaya hanya makan seminggu sekali. Sesekali berjemur sambil membuka mu­lutnya untuk menetralkan tubuhnya dari hawa panas.

Pesan moral yang terkandung di dalam cerpen ini adalah :

* Jadilah orang yang tidak serakah,

* Orang yang serakah tidak akan menuai sesuatu hal yang baik,

* Orang yang baik akan mempunyai banyak teman,

* Toleransi terhadap orang lain,

* Saling menyayangi sesama makhluk hidup,

* Akibat dari sifat serakah pasti akan mendapat ganjaran yang buruk.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar